Pengertian Perjanjian, Asas, Jenis-Jenis dan Syarat Sah Perjanjian Menurut Para Ahli Lengkap

Posted on

Pengertian Perjanjian, Asas, Jenis-Jenis dan Syarat Sah Perjanjian Menurut Para Ahli Lengkap – Perjanjian atau kontrak adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan satu atau lebih subjek hukum dengan satu atau lebih subjek hukum lainnya yang sepakat mengikatkan diri satu sama lain mengenai hal tertentu dalam lapangan harta kekayaan.

Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana seorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau di mana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Istilah perjanjian berasal dari bahasa belanda yaitu overeenkomst dan bahasa inggris yaitu contract yang berarti perikatan, perutangan dan perjanjian.

Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, di samping sumber-sumber lain. Perjanjian juga disebut dengan persetujuan, karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu. Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang di luar kemauan pihak yang bersangkutan. Jika dua orang mengadakan suatu perjanjian maka mereka bermaksud agar diantara mereka berlaku suatu perikatan hukum.

Pengertian Perjanjian Menurut Para Ahli

Projodikoro (1993)

Menurut Projodikoro, Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji itu dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.

Subekti (1994)

Menurut Subekti, Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

Muhammad (2000)

Menurut Muhammad, Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikat diri untuk melaksanakan sesuatu hal mengenai harta kekayaan.

Salim (2008)

Menurut Salim, Perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.

Setiawan (2008)

Menurut Setiawan, Perjanjian adalah perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Sudikno

Menurut Sudikno, Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasar kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum.

Buku III Bab II KUH Perdata Pasal 1313

Menurut Buku III Bab II KUH Perdata Pasal 1313, Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih dengan mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Asas-Asas Perjanjian

Adapun asas-asas perjanjian diantaranya yaitu:

Asas Konsensualisme
Perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (concensus) dari pihak- pihak. Perjanjian bisa dibuat bebas, tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formil namun cukup melalui konsesus belaka. Pada asas konsensualisme diatur dalam Pasal 1320 butir (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa pada asasnya perjanjian itu timbul atau sudah dianggap lahir sejak detik tercapainya konsensus atau kesepakatan.

Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak yaitu perjanjian para pihak menurut kehendak bebas membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikat diri dengan siapapun yang dikehendaki, para pihak juga bisa dengan bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, baik ketertiban umum maupun kesusilaan.

Asas kebebasan berkontrak diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

Asas Personalia
Pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subjek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri. Asas Personalia diatur pada ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata “segala kebendaan milik debitur, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan seseorang.”

Asas Itikad Baik
Asas itikad baik memiliki dua pengertian yaitu itikad baik subjektif dan itikad baik objektif. Asas itikad baik subjektif bisa diartikan sebagai sikap kejujuran dan keterbukaan seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Itikad baik objektif bisa diartikan bahwa suatu perjanjian yang dibuat harus dilaksanakan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan atau perjanjian tersebut dilaksanakan dengan apa yang dirasakan sesuai dalam masyarakat dan keadilan. Asas itikad baik dalam perjanjian ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa perjanjian itu harus dilakukan dengan itikad baik.

Asas Pacta Sunt Servanda
Asas Pacta Sunt Servanda yaitu suatu kontrak yang dibuat secara sah oleh para pihak. kontrak atau perjanjian mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai isi kontrak tersebut, mengikat secara penuh suatu kontrak yang dibuat para pihak tersebut oleh hukum kekuatannya sama dengan kekuatan mengikat undang-undang. Pada asas ini tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Syarat-Syarat Sah Perjanjian

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, terdapat 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian, diantaranya yaitu:

  • Sepakat mereka yang mengikat dirinya.
  • kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
  • Suatu hal tertentu.
  • Suatu sebab yang diperkenankan.

Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena keduanya harus dipenuhi subjek hukum. Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena harus dipenuhi oleh objek perjanjian.

Jenis-Jenis Perjanjian

Menurut Daris (2001), ada beberapa jenis perjanjian diantaranya yaitu:

  • Perjanjian Timbal Balik, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli.
  • Perjanjian Cuma-Cuma, yaitu perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah.
  • Perjanjian Atas Beban, yaitu perjanjian dimana prestasi dari pihak yang satu merupakan kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
  • Perjanjian Bernama (Benoemd/khusus), yaitu perjanjian yang memiliki nama sendiri, maksudnya perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian ini diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata.
  • Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemd Overeenkomst), yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, namun terdapat dalam masyarakat. Perjanjian ini seperti perjanjian pemasaran, perjanjian kerja sama. Di dalam prakteknya, perjanjian ini lahir berdasarkan asas kebebasan berkontrak mengadakan perjanjian.
  • Perjanjian Obligatoir, yaitu perjanjian di mana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan).
    Perjanjian Kebendaan, yaitu perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain.
  • Perjanjian Konsensual, yaitu perjanjian dimana di antara kedua belah pihak tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan.
  • Perjanjian Riil, yaitu perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang, pinjam pakai.
  • Perjanjian Liberatoir, yaitu perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada. Misalnya perjanjian pembebasan hutang.
  • Perjanjian Pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.
  • Perjanjian Untung-Untungan, yaitu perjanjian yang objeknya ditentukan kemudian. Misalnya perjanjian asuransi.
  • Perjanjian Publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah Pemerintah dan pihak lainnya adalah swasta. Misalnya perjanjian ikatan dinas dan pengadaan barang pemerintahan.
  • Perjanjian Campuran, yaitu perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian. Misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa) tetapi menyajikan pula makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan.

Demikian artikel tentang Pengertian Perjanjian, Asas, Jenis-Jenis dan Syarat Sah Perjanjian Menurut Para Ahli Lengkap  semoga informasi yang diberikan bermanfaat dan dapat menambah ilmu pengetahuan anda.