Sejarah Lengkap Kerajaan Kediri, Raja, Peninggalan, Kehidupan, Masa Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Kediri

Posted on

Sejarah Lengkap Kerajaan Kediri, Raja, Peninggalan, Kehidupan, Masa Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Kediri – Kerajaan Kediri atau Kerajaan Kadiri atau Kerajaan panjalu merupakan sebuah kerajaan yang ada di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan tersebut di kota Daha yang terletak di sekitar Kota Kediri Sekarang.

Lebih lengkapnya kali ini kita akan membahas tentang sejarah berdirinya Kerajaan Kediri, Raja, peninggalan atau bukti sejarah, kehidupan politik, kehidupan ekonomi, kehidupan sosial budaya, masa kejayaan dan runtuhnya kerajaan kediri.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan Hindu yang berada di tepi Sungai Brantas, Jawa Timur. Kerajaan ini berdiri pada abad ke 12 dan merupakan bagian dari kerajaan Mataram Kuno. Raja pertama kerajaan Kediri ini yaitu Sri Jayawarsa Digjaya Shastraprabu yang menyebut dirinya sebagai titisan Wisnu.

Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan perintah Raja Airlangga yang membagi kerajaan menjadi dua yaitu Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuan pembagian kerajaan tersebut yaitu agar tidak ada pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas Malang dan Delta Sungai Brantas dengan pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, dengan ibukotanya Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu (Kediri) meliputi Kediri, Madiun dengan ibukotanya Daha.

Pada November 1042, kedua putra Raja Airlangga berebut tahta kerajaan sehingga terpaksa Airlangga membelah kerajaan menjadi dua. Hasil perang saudara tersebut, Kerajaan Panjalu (Kediri) diberikan pada Sri Samarawijaya yang berpusat di Kota Daha. Sedangkan Kerajaan Jenggala (Kahuripan) diberikan pada Mapanji Garasakan yang berpusat di Kahuripan. Dalam Prasasti Meaenga disebutkan bahwa Panjalu bisa dikuasai Jenggala dan nama Raja Mapanji Garasakan (1042-1052 M) diabadikan. Tapi, pada peperangan berikutnya Kerajaan Panjalu (Kediri) berhasil menguasai seluruh tahta Airlangga.

Raja-Raja Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri pernah diperintah oleh delapan raja dan masa keemasan kerajaan kediri pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya. Berikut nama-nama raja Kerajaan Kediri:

Sri Jayawarsa
Sejarah pemerintahan raja Sri Jayawarsa diketahui dalam prasasti Sirah Keting (1104 M). Pada masa pemerintahan Jayawarsa memberikan hadiah pada rakyat desa sebagai tanda penghargaan, karena rakyat telah berjasa pada raja. Dari prasasti tersebut diketahui Raja Jayawarsa sangat perhatian terhadap masyarakat dan berusaha menyejahterakan rakyatnya.

Sri Bameswara
Raja Bameswara banyak meninggalkan prasasti yang ditemukan di daerah Tulung Agung dan Kertosono. Prasasti-prasasti tersebut lebih banyak memuat masalah keagamaan, sehingga sangat baik diketahui keadaan pemerintahannya.

Prabu Jayabaya
Pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, Kerajaan Kediri mencapai masa kejayaannya. Strategi kepemimpinan yang dilakukan oleh Prabu Jayabaya untuk menyejahterakan rakyatnya memang sangat mengagumkan. Kerajaan yang beribukota di Dahono Puro, bawah kaki Gunung Kelud, daerah tersbut memiliki tanah yang amat subur, sehingga segala macam tanaman dapat tumbuh subur.

Hasil bumi Kerajaan Kediri tersebut lalu diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, menggunakan perahu. Roda perekonomian yang berjalan lancar membuat kerajaan ini disebut sebagai negara yang “Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Karta Raharja”.

Prabu Jayabaya memerintah antara tahun 1130-1157 Masehi. Dukungan spiritual dan material Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintahan tidak tanggung-tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan Prabu Jayabaya layak untuk dikenang sepanjang masa.

Sri Sarwaswera
Berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161), Sri Sarwaswera merupakan raja yang taat beragama dan berbudaya, Sri Sarwaswera memegang teguh prinsip “tat wam asi” yang artinya “dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau”.

Sri Aryeswara
Berdasarkan prasasti Angin (1171), Sri Aryeswara memerintah Kerajaan Kediri sekitar tahun 1171. Nama gelar abhiseka Sri Aryeswara yaitu Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Peninggalan sejarah dari raja ini yaitu berupa prasasti Angin, 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada saat itu Ganesha.

Sri Gandra
Pemerintahan Raja Sri Gandra (1181 M) dapat diketahui dari prasasti Jaring yakni mengenai penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti nama gajah, kerbau dan tikus. Nama tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam istana.

Sri Kameswara
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra dapat diketahui dari Prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradhana. Pada masa pemerintahan dari tahun 1182-1185 Masehi, seni sastra mengalami perkembangan sangat pesat, diantaranya Empu Dharmaja mengarang kitab Smaradhana. Pada masa pemerintahannya juga dikenal cerita panji seperti cerita Panji Semirang.

Sri Kertajaya
Berdasarkan prasasti Galunggung (1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton, Sri Kertajaya memerintah Kerajaan dari tahun 1190- 1222 Masehi.

Raja Kertajaya juga dikenal dengan nama Dandang Gendis. Pada masa pemerintahan raka Kertajaya kestabilan kerajaan menurun. Hal tersebut disebabkan Kertajaya ingin mengurangi hak kaum Brahmana.

Keadaan ini ditentang oleh kaum Brahmana. Kedudukan kaum Brahmana di Kerajaan Kediri waktu itu semakin tidak aman. Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel yang saat itu diperintah oleh Ken Arok.

Kemudian, Raja Kertajaya yang mengetahui hal tersebut mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Sementara, Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan tersebut bertemu di dekat Ganter (1222 M).

Peninggalan Kerajaan Kediri

Adapun peninggalan sejarah atau bukti sejarah kerajaan Kediri, diantaranya prasasti dan juga kitab.

Peninggalan Prasasti Kerajaan Kediri

Adapun beberapa prasasti kerajaan kediri diantaranya seperti:

  • Prasasti Turun Hyang Prasasti Malenga (974 Saka/1052 M)
  • Prasasti Banjaran (974 Saka/1052)
  • Prasasti Padlegan (1038 Saka/1116)
  • Prasasti Hantang (1057 Saka/1135 M)
  • Prasasti Jaring (1103 Saka/1181 M)
  • Prasasti Lawudan (1127 Saka/ 1205).

Peninggalan Kitab Kerajaan Kediri

Pada zaman kerajaan kediri perkembangan karya sastra seperti kitab. Berikut beberapa kitab peninggalan kerajaan Kediri, diantaranya seperti:

  • Kitab Wertasancaya karangan Empu Tan Akung yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang baik.
  • Kitab Smaradhahana yang digubah oleh Empu Dharmaja dan berisi pujian kepada raja sebagai titisan Dewa Kama. Kitab ini juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
  • Kitab Lubdaka karangan Empu Tan Akung yang berisi kisah Lubdaka sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
  • Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karean suka menolong dan sakti.
  • Kitab Samanasantaka karangan Empu Monaguna yang mengisahkan Bidadari Harini yang terkenal untuk Begawan Trenawindu.
  • Kitab Baharatayuda yang diubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh.
  • Kitab Gatotkacasraya dan Kitab Hariwangsa yang diubah oleh Empu Panuluh.

Kehidupan Politik Kerajaan Kediri

Masa pemerintahan Mapanji Garasakan tidak lama, kemudian ia digantikan oleh Raja Mapanji Alanjung (1052 – 1059 M). Selanjutnya, Mapanji Alanjung digantikan oleh Sri Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus terjadi antara Jenggala dan Panjalu membuat tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut selama 60 tahun hingga muncul nama Raja Bameswara (1116-1135 M) dari Kediri.

Saat itu, ibukota Panjalu berpindah dari Daha ke kediri sehingga kerajaan ini dikenal dengan Kerajaan Kediri. Pada masa pemerintahan Raja Bameswara menggunakan lencana kerajaan berupa tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang disebut dengan Candrakapala. Setelah raja Bameswara turun tahta, lalu digantikan oleh Jayabaya dan pada masa pemerintahannya ia berhasil mengalahkan Jenggala. Setelah Jayabaya , raja kediri teris berganti.

Pada 1019 M, Airlangga dinobatkan sebagai Raja Medang Kemulan. Saat memerintah ia berhasil mengembalikan kewibaan kerajaan tersebut. Ia memindahkan pusat pemerintahan ke Kahuripan dan berhasil membawa kerajaan ke puncak kejayaan. Namun menjelang masa hidupnya, Airlangga memutuskan mundir dari pemerintahan dan menjadi seorang petapa yang dikenal dengan Resi Gentayu.

Tahta yang harusnya jatuh ke seorang putri bernama Sri Sanggramawijaya yang lahir dari permaisuri, namun kerena memilih menjadi pertapa, tahta berpindah pada putra Airlangga yang lahir dari seorang selir. Untuk menghindari perang saudara, Kerajaan dibagi menjadi dua yaitu Kerajaan Jenggala (Kahuripan) dan Kerajaan Panjalu (Kediri). Akan tetapi, usaha tersebut gagal. Justru kedua kerajaan tersebut saling berperang dengan berhakhir kekalaha Jenggala lalu keduanya dipersatuikan kembali olehpemerintahan kerajaan kediri.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kediri

Kerajaan kediri merupakan kerajaan agraris dan maritim. Karena memiliki tanah yang subur banyak masyarakat pedalaman bermata pencaharian petani dengan hasil pertanian yang melimpah.

Sedangkan masyarakat yang berada di daerah pesisir hidup melalui perdagangan dan pelayaran. Saat itu perkembangan keduanya sangat pesat bahkan pedagang kediri telah memiliki hubungan dagang dengan Maluku dan sriwijaya.

Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Kediri

Masyarakat kediri sudah memiliki banyak peraturan yang harus dipatuhi, dimana penduduk memakai kain hingga di bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang yang sakit memohon kesembuhan kepada dewa dan Buddha.

Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Tinggi rendahnya martabat seseorang dilihat berdasarkan moral dan tingkah lakunya bukan berdasarkan pangkat dan hartanya. Selain itu raja juga menghargai dan menghormati hak rakyatnya.

Sedangkan dalam budaya, karya sastra sangat berkembang pesat di kediri. Ada banyak karya sastra yang dihasilkan berupa kitab. Kitap tersebut diantaranya Kitab Smaradhahana dan lain sebagainya.

Masa Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan kediri

Puncak keemasan atau kejayaan Kerajaan Kediri terjasdi pada masa pemerintahan Raja Jayabaya. Wilayah kekuasaan kediri semakin meluas dari Jawa tengah hingga hampir semua bagian pulau Jawa. Selain itu, pengaruh Kerajaan Kediri juga masuk Ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya.

Runtuhnya kerajaan kediri terjadi karena pada masa pemerintahan Kertajaya terjadi pertentangan dengan kaum Brahmana. Kaum Brahmana menganggap bahwa Kertajaya langgar agama dan memaksa menyembahnya sebagai dewa. Selanjutnya, kaum Brahmana Brahmana meminta perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuran tersebut Kertajaya berhasil dikalahkan oleh Ken Arok.

Setelah berhasil mengalahkan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena memiliki perilaku yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya.

Pada tahun 1293, tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan datang untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan tersebut dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Raden Wijaya kemudian bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menyerang Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang kalah dan setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.

Demikian artikel pembahasan tentang”Sejarah Lengkap Kerajaan Kediri, Raja, Peninggalan, Kehidupan, Masa Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Kediri“, semoga bermanfaat.